Senin, 15 Agustus 2011

Pesan Untuk Anak'ku

Anakku..., jauh sebelum kau hadir dalam kehidupan ayah dan ibu, kami senantiasa bermohon kepada Allah Swt agar dikaruniai keturunan yang sholeh dan sholihah, yang taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua, rajin beribadah dan belajar, serta dapat menjadi penerus dakwah Ilallaah.

Banyak rencana yang kami rancang, agar kelak bila kau hadir, kami sudah siap menjadi orang tua yang baik dan mampu mendidikmu dengan didikan yang sesuai dengan Diinul Islam, tuntunan kita seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada kita. Ayah dan Ibu ingin, kelak bila Allah mengamanahkan kepada kami seorang putri, maka dia akan berakhlaq seperti akhlaqnya Fatimah Az-Zahraa putri Rasulullah, dan bila Allah mengamanahkan seorang putra, maka dia akan seperti Ali bin Abi Thalib.

Setelah tanda kehadiranmu mulai tampak, Ibu sering mual, muntah-muntah, sakit kepala dan sering mau pingsan, Ibu dan Ayah bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya, kami menjagamu sepenuh hati, serta senantiasa berharap, kelak kau lahir sebagai anak yang sehat, sempurna dan menyenangkan. Sejak dalam rahim, kami mencoba menanamkan kalimat-kalimat tauhid kepadamu dan berupaya mengenalkanmu kepada Rabb Sang Pencipta, dengan bacaan ayat-ayat suci-Nya, dengan senandung-senandung shalawat Nabi, dengan nasyid-nasyid yang membangkitkan semangat da’wah dan rasa keimanan kepada Allah yang Esa.

Saat kau akan lahir, Ibu merasakan sakit yang amat sangat, seolah berada antara hidup dan mati, namun Ibu tidak mengeluh dan putus asa, karena bayangan kehadiranmu lebih Ibu rindukan dibanding dengan rasa sakit yang Ibu rasakan. Ibu tak henti-hentinya berdo’a, memohon ampunan dan kekuatan kepada Allah. Ayahpun tidak tidur beberapa malam untuk memastikan kehadiranmu, menemani dan menguatkan Ibu, agar sanggup melahirkanmu dengan sempurna. Bacaan dzikir dan istighfar, mengiringi kelahiranmu.

Begitu kau lahir, sungguh rasa sakit yang amat sangat sudah terlupakan begitu saja. Setelah tangismu terdengar, seolah kebahagiaan hari itu hanya milik Ibu dan Ayah. Air mata yang tadinya hampir tak henti mengalir karena menahan sakit, berganti menjadi senyum bahagia menyambut kelahiranmu. Ibu dan Ayah bersyukur kepada Allah Swt, kemudian Ayah melantunkan adzan dan iqomat di telingamu, agar kalimat yang pertama kali kau dengar adalah kalimat tauhid yang harus kau yakini dan kau taati selama hidupmu.

Saat pertama kali kau isap air susu Ibu, Ibu merasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang tiada tara. Ibu ingin memberikan semuanya kepadamu, agar kau segera tumbuh besar dan sehat. Ibu berupaya supaya ASI ini dapat mencukupi kebutuhanmu. Ibu berupaya untuk selalu dekat denganmu, dan selalu mengajakmu kemanapun Ibu pergi, supaya kapanpun kau lapar, Ibu selalu siaga memberikan air surgawi karunia Ilahi itu kepadamu. Ibu berusaha untuk selalu siap siaga menjagamu, kapanpun dan dalam keadaan bagaimanapun. Saat malam sedang tidur lelap, Ibu akan terjaga bila kau tiba-tiba menangis karena popokmu basah atau karena kau lapar.

Saat sedang makan dan kau buang air besar, Ibu dengan rela menghentikan makan dan mengganti popokmu dulu. Dan semuanya, Ibu lakukan dengan senang hati, tanpa rasa risih dan jijik. Sejak kau masih dalam ayunan, Ibu senantiasa membacakan do’a dalam setiap kegiatan yang akan kau lakukan. Ibu bacakan do’a mau makan ketika kau hendak makan, do’a mau tidur ketika kau mau tidur, dan do’a apa saja yang harus kau tahu dan kau amalkan dalam kehidupan keseharianmu. Ibu bacakan selalu Ayat Kursi dan surat-surat pendek satu persatu setiap malam, dikala mengantarmu tidur, ayat per ayat dan Ibu ulang berkali-kali hingga kau sanggup mengingatnya dengan baik, dengan harapan kau besar nanti menjadi penghafal Al Qu’ran.

Ketika kau sudah mampu berbicara, subhanallah, tanpa kami duga, kau telah hafal berbagai macam do’a dan beberapa surat pendek. Ibu bersyukur dan bangga kepadamu. Muncul harapan dalam hati ini, kelak kau tumbuh menjadi anak yang pintar dan rajin belajar. Tatkala kau mulai belajar sholat, dan usai sholat kau lantunkan do’a untuk orang tua, walau dengan bacaan yang masih belum sempurna, bercucur air mata ibu karena kau telah mampu melafalkan do’a itu. Timbul harapan dihati yang paling dalam, kelak hingga ketika Ibu dan Ayah tiada, kau tetap melantunkan do’a itu, karena do’amu akan memberikan kepada Ibu dan Ayah pahala yang tak henti-hentinya di Yaumil Akhir. Kaulah asset masa depan bagi Umi dan Abi. Kau akan mampu menolong Umi dan Abi di Yaumil Akhir nanti, bila kau menjadi anak yang sholehah. Nak, kehadiranmu pun memberikan kepada Ibu dan Ayah pelajaran yang sangat berharga, kau mengingatkan kami tatkala masih sepertimu. Mengingatkan dengan lebih kuat lagi, betapa besar pengorbanan yang dilakukan oleh Kakek dan Nenekmu kepada kami, hingga Ibu dan Ayah tumbuh dewasa dan bahkan sampai menjadi orang tua seperti mereka.
Ibu dan Ayah sangat menyayangimu, karena kami ingin kaupun menjadi anak yang penyayang terhadap sesama. Kami hampir selalu menyertakan kata sayang dibelakang namamu saat memanggilmu, supaya hatimu senang dan gembira bersama Ibu dan Ayah. Saat kau memasuki usia sekolah, Kami carikan sekolah yang baik untukmu. Sekolah yang memiliki visi pendidikan seperti yang Ibu dan Ayah inginkan.

Alhamdulillaah, saat kau mulai sekolah, telah banyak berdiri sekolah-sekolah Islam Terpadu, sehingga kami tidak kesulitan mencarikan sekolah untukmu. Ayah mengantarmu ke sekolah setiap pagi dan Ibu mendampingimu selalu hingga kau berani ditinggal di sekolah sendiri. Keperluan sekolahmu selalu kami upayakan, walau kadang harus dengan susah payah, agar kau bisa memperoleh pendidikan yang baik dan layak untuk kehidupanmu dimasa yang akan datang. Kami senantiasa berupaya membimbingmu untuk dapat melakukan segala sesuatu, agar saat besar nanti kau mampu melayani dirimu sendiri. Bila Ibu dan Ayah tidak mau melayanimu untuk hal-hal yang sudah dapat kau lakukan sendiri, itu bukan berarti kami tidak menyayangimu, tapi justru sebaliknya. Karena Ibu dan Ayah sayang sekali padamu, kau tidak boleh terlalu dimanjakan, hingga saat kau besar nanti, kau jadi anak yang mandiri dan serba bisa.

Maafkan Ibu dan Ayah bila sekali waktu (atau bahkan sering) memarahimu ketika kau membuat kesalahan yang berulang-ulang. Sungguh, sebenarnya Ibu dan Ayah tak ingin memarahimu, namun kamipun sadar bahwa kau harus tahu dan harus dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, agar saat kau dewasa dan telah bergaul dengan masyarakat umum nanti, kau bisa memilih untuk selalu melakukan yang haq dan meninggalkan yang bathil. Semoga kau tidak salah sangka. Maafkan pula bila Ibu dan Ayah selalu membatasi tontonan dan bacaanmu, karena dewasa ini sangat banyak media yang dapat merusak pendidikan yang sudah kami terapkan kepadamu. Itu semua kami lakukan, agar kau terpelihara dari hal-hal negatif yang akan mendangkalkan akhlaq dan perilakumu. Ibu dan Ayah ingin, kau menjadi anak yang faqih dalam hal agama, menjadi generasi Qur’ani, dan menjadi penerus dakwah Ilallaah. Inilah harapan Ibu dan Ayah kepadamu, sangat banyak dan sangat ideal. Oleh karenanya, kami senantiasa memohon petunjuk dan bimbingan dari Allah Yang Esa, yang Berkuasa dan Maha Agung, agar tidak salah langkah dalam mendidikmu.

Selasa, 12 Juli 2011

Remaslah Tanganku dan Akan Kukatakan Aku Sayang Kamu


Ingatkah ketika masih kecil kamu jatuh dan terluka? Ingatkah apa yang dilakukan ibumu untuk meringankan rasa sakit? Ibuku, Grace Rose, selalu menggendongku, membawaku ke tempat tidurnya, mendudukkan diriku, lalu mencium “aduh”-ku. Lalu ia duduk di tempat tidur di sampingku, meraih tanganku dan berkata,
“Kalau sakit, remas saja tangan Ibu. Nanti akan kukatakan Aku sayang kamu.”

Sering aku meremas tangannya, dan setiap kali, tak pernah luput, aku mendengar kata-kata, “Mary, Ibu sayang kamu.” Kadang-kadang aku pura-pura sakit hanya supaya aku memperoleh ritual itu darinya. Waktu aku lebih besar, ritual itu berubah, tapi ia selalu menemukan cara untuk meringankan rasa sakit dan meningkatkan rasa senang yang kurasakan dalam berbagai bagian hidupku.

Pada hari-hari sulit di SMU, ia akan menawarkan sebatang cokelat almond Hershey kesukaannya saat aku pulang. Semasa usiaku 20-an, Ibu sering menelepon untuk menawarkan piknik makan siang spontan di Taman Eastbrook untuk sekadar merayakan hari cerah dan hangat di Wisconsin.
Kartu ucapan terima kasih yang ditulisnya sendiri tiba di kotak pos setiap kali ia dan ayahku berkunjung ke rumahku, mengingatkanku betapa istimewanya aku baginya.

Tapi ritual yang paling berkesan adalah genggamannya pada tanganku saat aku masih kecil dan berkata, “Kalau sakit, remaslah tangan Ibu dan akan kukatakan aku sayang kamu.”
Suatu pagi, saat aku berusia akhir 30-an, setelah orangtuaku berkunjung pada malam sebelumnya, ayahku meneleponku di kantor. Ia selalu berwibawa dan jernih saat memberi nasehat, tapi aku mendengar rasa bingung dan panik dalam suaranya.

“Mary, ibumu sakit dan aku tak tahu harus berbuat apa. Cepatlah datang kemari.”
Perjalanan mobil 10 menit ke rumah orangtuaku diiringi oleh rasa takut, bertanya-tanya apa yang terjadi pada ibuku. Saat aku tiba, Ayah sedang mondar-mandir di dapur sementara Ibu berbaring di tempat tidur. Matanya terpejam dan tangannya berada di atas perut. Aku memanggilnya, mencoba menjaga agar suaraku setenang mungkin.

“Bu, aku sudah datang.”
“Mary?”
“Iya, Bu.”
“Mary, kaukah itu?”
“Iya, Bu, ini aku.”
Aku tak siap untuk pertanyaan berikutnya, dan saat aku mendengarnya, aku membeku, tak tahu harus berkata apa.
“Mary, apakah Ibu akan mati?”

Air mata menggenang dalam diriku saat aku memandang ibuku tercinta terbaring di situ tak berdaya. Pikiranku melayang, sampai pertanyaan itu terlintas dalam benakku: ‘Jika keadaannya terbalik, apa yang akan dikatakan Ibu padaku?’
Aku berdiam sejenak yang terasa seperti jutaan tahun, menunggu kata-kata itu tiba di bibirku.
“Bu, aku tak tahu apakah Ibu akan mati, tapi kalau memang perlu, tak apa-apa. Aku menyayangimu.”
Ia berseru, “Mary, rasanya sakit sekali.”
Lagi-lagi, aku bingung hendak berkata apa. Aku duduk di sampingnya di tempat tidur, meraih tangannya dan mendengar diriku berkata,

“Bu, kalau ibu sakit, remaslah tanganku, nanti akan kukatakan, aku sayang padamu.”
Ia meremas tanganku. “Bu, aku sayang padamu.”
Banyak remasan tangan dan kata “aku sayang padamu” yang terlontar antara aku dan ibuku selama dua tahun berikutnya, sampai ia meninggal akibat kanker indung telur.
Kita tak pernah tahu kapan ajal kita tiba, tapi aku tahu bahwa pada saat itu, bersama siapa pun, aku akan menawarkan ritual kasih ibuku yang manis setiap kali, “Kalau sakit, remaslah tanganku, dan akan kukatakan, aku sayang padamu.” Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayang pada orang yang anda cintai adalah dengan memegang dan meremas tangannya dengan lembut.
Tindakan itu kadangkala mengandung makna dan arti yang teramat dalam yang hanya dapat dipahami antara anda dan orang yang anda cintai………….

Minggu, 05 Juni 2011

Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari

Alkisah, beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Surabaya sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Di sampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.

”Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta?”, tanya si pemuda.
“Oh… saya mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin anak saya yang ke-2”, jawab ibu itu.
”Wow, hebat sekali putra ibu”, pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak.

Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahunya, pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.
”Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang ke-2 ya bu? Bagaimana dengan kakak adik-adiknya?”
”Oh ya tentu”, si Ibu bercerita:
”Anak saya yang ke-3 seorang dokter di Malang, yang ke-4 kerja di perkebunan di Lampung, yang ke-5 menjadi arsitek di Jakarta, yang ke-6 menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, yang ke-7 menjadi Dosen di Semarang.”

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak ke-2 sampai ke-7.
”Terus bagaimana dengan anak pertama ibu?”
Sambil menghela napas panjang, ibu itu menjawab,
”Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja, nak”. Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”

Pemuda itu segera menyahut,
“Maaf ya Bu…...kalau ibu agak kecewa ya dengan anak pertama ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedangkan dia cuma menjadi petani.“
Dengan tersenyum ibu itu menjawab,
”Ooo, tidak, tidak begitu nak...justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani.”


Pelajaran: Semua orang di dunia ini penting. Buka matamu, pikiranmu, hatimu. Intinya adalah kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara, “Hal yang paling penting adalah bukanlah SIAPAKAH KAMU tetapi "APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN ?”

Ketika merindukanmu, aku bicara tentang cinta: mencintai (mu) tidak lebih dari sekedar menunggu.



Ketika merindukanmu, aku bicara tentang cinta: mencintai (mu) tidak lebih dari sekedar menunggu

Cinta yang fitri kata orang bijak adalah buah yang tak mengenal musim dan dapat dipetik oleh siapa pun. Begitulah seharusnya kamu mencintaiku dan sebaliknya.
Ketika seperti itu, risiko yang harus dihadapi adalah jika ternyata kamu mencintai orang lain atau sebaliknya orang yang kamu cintai telah sedang mencintai orang lain. Kalo emang tulus, yaa ikhlas bukanlah suatu pilihan melainkan keharusan.

Mencintai, ketika sekarang, ketika masih seorang lajang adalah tidak lebih dari suatu penungguan. Menunggu sampai seseorang yang memang ditakdirkan oleh-Nya datang. Menunggu apakah orang yang kita cintai sekarang adalah memang dia orangnya, atau seseorang yang kita cintai sekarang tidak lebih dari buku untuk mempelajari cara mencintai seseorang yang akan dikirimkan oleh-Nya.

Mencintai adalah pilihan. Analoginya adalah:
Seseorang yang begitu kamu kenal, katakanlah sahabatmu, mengabarimu, entah dari telpon, sms, imel, fesbuk, twitter, ym atau apapun, bahwa seseorang akan datang untuk menemuimu pada suatu saat nanti, meskipun belum ada penjelasan tentang kapan tepatnya seseorang itu datang, temanmu hanya bilang bahwa seseorang itu PASTI akan datang. Sebelum mendapatkan kabar dari temanmu itu, kamu adalah seseorang yang punya kesibukan, entah itu kuliah, bekerja atau sekedar melakukan kegiatan kecil lainnya. Lantas, setelah mendengar kabar itu apa yang kamu lakukan? Menghentikan semua aktivitas dan mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambutnya, atau sekedar menunggu dengan tetap melakukan rutinitas seperti biasa? Semuanya adalah pilihan. Menunggu atau pun tidak, seseorang itu pasti akan datang.

Begitu juga dengan mencintai seseorang. Allah sudah menuliskan tentang 4 hal yang pasti terjadi dalam kehidupan kita, salah satunya adalah jodoh. Ketika kita tahu bahwa seseorang akan datang, apakah lantas kita akan berdiam diri? Itu adalah pilihan.


Ketika suatu waktu, setelah kita baligh. Perasaan cinta kepada seorang lawan jenis merupakan hal yang wajar. Ketika kita bertemu dengan seseorang, seketika ada yang membuat jantung kita berdegup dan kita biasanya kita akan dibuat gelisah, sampai akhirnya memutuskan bahwa kita telah jatuh cinta pada seseorang tersebut. Sejak saat itu kita kerap menyisihkan waktu untuk membayangkannya, mencoba melukiskan wajahnya di kanvas hati kita, atau sekedar memejamkan mata untuk mengatasi kerinduan yang kian hari kian bermekaran. Ah, na’udzubilah. Cinta yang disebabkan karena kecintaan kita kepada Allah tidak akan mungkin sampai menjerumuskan kita pada titik kesalahan, dosa.

Semakin dewasa, seharusnya kita semakin sederhana dalam mencintai seseorang. Jangan sampai perasaan cinta itu melebihi apa yang kita persembahkan kepada Allah. Ketika kamu mencintai seseorang, ketika cinta it uterus kita rawat, percayalah cinta itu akan tumbuh subur di hati kita. Sekali lagi itu adalah pilihan yang tidak perlu kita permasalahkan. Namun, terkadang kita salah dalam menafsirkan perasaan cinta yang kita tumbuh kembangkan kepada seseorang. Ketika kita tahu bahwa orang yang kita cintai itu mencintai orang lain, setelah banyak pengorbanan kita akukan untuknya, kita akan kecewa, bahkan marah. Na’udzubillah.


Coba sekali lagi kita renungkan. Mencintai seseorang, ketika kita adalah seorang lajang, adalah sebuah pilihan. Ketika kita memilih untuk tidak mencintai siapa pun, seseorang akan tetap datang, sebab Allah telah menciptakan kita secara berpasang-pasangan.

Namun perasaan cinta adalah anugerah, yang jika kita mampu merawatnya dengan baik, itu akan menjadi sebuah berkah. dalam penungguan itu, kita pasti akan bertemu banyak orang. kita tidak pernah tahu kapan akan mencintai seeorang, atau bahkan tiba-tiba mencintai orang lain, lalu tiba-tiba melupakan. percayalah, cinta itu adalah karunia-Nya. yang karunia itu tidak akan pernah hadir jika Allah tidak menghendakinya,

Dan mencintaimu, adalah keberuntungan. Sebab darimu aku belajar bagaimana menjadi ikhlas ketika aku tahu bahwa kamu belum juga mengerti apa yang kurasakan, menjadi ikhlas karena telah mempersiapkan diri jika akhirnya aku tahu bahwa kamu sedang mencintai oang lain, menjadi ikhlas sebab aku tahu, seseorang pasti datang untukku. Aku sepenuhnya menyadari, untuk apa sakit hati ketika tahu bahwa kamu tak mencintaiku. sebab mencintai (mu) tidak lebih dari sekedar menunggu, bahkan mengisi waktu luang sambil online, makan coklat, baca buku atau apalah. yaah, walau terkadang, ketika sepi benarbenar berwajah rindu, aku akan bersedih, tak tahu kenapa aku harus bersedih.

Kamis, 05 Mei 2011

Selalu ada Harapan

Tatkala satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain terbuka, tetapi sering kita begitu terpaku lama pada pintu yang tertutup hingga kita tidak melihat pintu yang terbuka di depan kita (Helen Keller).

Manusia lebih banyak terpaku dan memperhatikan berbagai hal negatif daripada melihat hal yang positif. Keburukan atau kesalahan seseorang lebih mudah diingat dibandingkan dengan banyak hal positif yang telah dilakukannya. Hal ini terbentuk karena sejak kecil kita dididik untuk lebih melihat hal yang negatif, misalnya waktu ulangan kita selalu mendapat penekanan tentang salahnya; guru berkata “Kamu salah 2”, padahal ada 18 soal yang benar, tetapi tidak pernah dikatakan “Kamu benar 18”.

Selain itu, kita pun sering memikirkan terus hal negatif yang telah terjadi; kita menjadi kecewa dan berpikir “seandainya …”, misalnya “seandainya saya tidak lakukan hal tersebut, maka hal itu tidak terjadi”, “seandainya saya tidak pergi, pasti saya selamat”, dan lain-lain. Dengan memikirkan kegagalan yang telah terjadi terus menerus, tidak ada gunanya, karena hal tersebut tidak mungkin mengubah keadaan yang telah terjadi. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mengambil hikmah dari peristiwa tersebut dan melihat bahwa masih banyak harapan dan peluang bagi kita.

Untuk setiap peristiwa yang kita alami pasti ada dampak positifnya bagi kita, hanya memang pikiran kita bersifat instant. Selain itu kita terus memikirkan peristiwa tersebut karena harapan yang telah kita rancang sebelumnya tidak terwujud. Kegagalan masa lalu tersebut minimal memberikan makna bahwa kita perlu terus belajar dan mencari cara baru untuk menyelesaikannya. Kita pun perlu terus melihat ke depan dan melihat peluang lain yang ternyata masih banyak di depan kita, karena percayalah Tuhan memiliki rencana yang indah bagi kita dan terjadi tepat pada waktunya. Amin …

Makna Kegagalan


KEGAGALAN mengajarkan kita untuk rendah hati dan berfungsi untuk menguji daya tahan kita. Kegagalan juga menunjukkan bahwa kita butuh bantuan orang yang tepat untuk selanjutnya (Paulus W).

Tentu saja tidak ada orang yang mau gagal, tetapi kita juga perlu menyadari bahwa kegagalan merupakan bagian dari proses menuju keberhasilan. Tidak mungkin kita meraih keberhasilan tanpa persiapan, tetapi persiapan yang sebaik apa pun tidak menjamin memberikan keberhasilan, karena masih banyak faktor lain yang mempengaruhinya, misalnya tindakan pesaing, keinginan konsumen, perubahan suhu, serta tentu saja kehendak dan rencana Tuhan.

Jadi kegagalan itu merupakan hal yang alami dan dialami oleh semua orang; tidak ada orang yang tidak pernah mengalami kegagalan. Yang penting, jadikanlah kegagalan yang kita alami sebagai batu pijakan untuk melangkah maju. Janganlah menyerah karena kita hanya satu atau dua kali mengalami kegagalan. Thomas Alfa Edison mengatakan bahwa ia ratusan kali gagal, sebelum berhasil menemukan lampu pijar. Saat kita gagal kita membutuhkan semangat untuk melanjutkan dan jangan pernah menyerah.

Di sisi lain, kegagalan juga membuat manusia tidak menjadi sombong. Bayangkan bila ada orang yang tidak pernah gagal …. Lama kelamaan ia akan merasa dirinya hebat, sangat hebat, dan jangan-jangan menganggap dirinya dewa atau bahkan tuhan. Kegagalan membuat kita rendah hati dan menyadari bahwa ada faktor lain yang menentukan keberhasilan kita, misalnya kita membutuhkan bantuan orang lain dan tentu saja pertolongan dari Tuhan yang Maha Kuasa.

Bila kita gagal, berarti ada sesuatu yang kurang dalam diri kita; untuk itu kita perlu belajar lagi. Jangan putus asa, karena banyak orang mengatakan bahwa kegagalan merupakan sukses yang tertunda. Bila kita jatuh, jangan terus meratap, tetapi segera bangkit kembali karena kita masih memiliki harapan untuk meraih kesuksesan pada masa yang akan datang.

Proses Pertemanan


Pertemanan itu seperti sebuah buku; hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk membakarnya, tapi butuh waktu tahunan untuk menulisnya.

Untuk mencari seorang sahabat dibutuhkan waktu yang lama, sedangkan mencari musuh dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Untuk mencari musuh yang banyak, dibutuhkan waktu sekejap, sedangkan untuk mencari sahabat yang cocok dan dapat dipercaya dibutuhkan waktu yang lama.

Untuk mendapatkan sahabat sejati membutuhkan proses yang tidak mudah dan waktu yang tidak sedikit. Hal ini dapat diibaratkan dengan proses menulis sebuah buku yang mungkin membutuhkan waktu beberapa tahun. Tetapi untuk menghancurkan sebuat buku hanya butuh waktu sekejap saja. Hal yang sama terjadi bila kita memutuskan tali pertemanan; hal yang kecil dalam waktu singkat dapat mewujudkan hal tersebut.

Jadi teman atau sahabat yang sudah ada janganlah disia-siakan, tetapi teruslah mempererat hubungan dengan jalan membangun empati, saling memperhatikan, dan saling mengasihi. Ingatlah bahwa persahabatan merupakan suatu investasi yang sangat berharga.

Selasa, 05 April 2011

Belajar Dari Kesalahan


Tiap orang harus mawas diri dan selalu mengevaluasi tindakannya, yang salah dan benar. Orang yang tidak mengenal kesalahannya, tidak pernah mengenal kebaikannya (Joan Chittister).

Tidak ada orang yang selalu benar, semua orang pasti pernah berbuat kesalahan. Berbuat salah itu normal, asalkan kita mau belajar dari kesalahan tersebut dan tidak mengulanginya lagi. Kita perlu mengevaluasi setiap tindakan yang telah kita lakukan; periksalah apakah tindakan tersebut benar atau salah. Bila benar kita perlu mempelajari berbagai faktor kunci keberhasilannya, dan memikirkan bagaimana meningkatkannya lagi. Sedangkan bila salah kita perlu mencari sumber kesalahannya, dan mencari solusi untuk mengatasi hal tersebut, sehingga tidak terulang kembali.

Bila ada orang yang berprinsip bahwa semua yang terjadi hanya kebetulan, maka ia tidak akan pernah maju, karena tidak pernah mau belajar. Ia hanya mengalir mengikuti air; syukur bila dibawa ke air yang jernih, tetapi akan sangat menderita bila dibawa ke air yang kotor dan beracun.

Jadi kita perlu selalu mawas diri dan mengevaluasi setiap tindakan kita; pelajari semuanya sehingga kita mendapat banyak manfaat demi kemajuan kita. Amin …

Kehilangan....

Kubuka pintu rumah sambil mengucapkan salam sekenanya. Dari ruang makan ibu menjawab salamku dan kemudian menghampiriku. Biasanya yang kulakukan adalah balik menghampiri ibu dan lalu mencium tangannya. Tapi kali ini tidak, begitu melihat ibu aku justru berlari masuk ke kamarku, dan membanting pintunya. Aku langsung menelungkupkan tubuhku ditempat tidur, memeluk bantal dan menangis sejadi-jadinya. 
 

Tak lama pintu kamarku dibuka perlahan, aku menengok sebentar, terlihat sosok ibu di balik pintu yang terbuka perlahan. “Sial, aku lupa mengunci pintunya” makiku dalam hati. Kembali kubenamkan wajahku di bantal, meneruskan tangisku. Ibu menghampiri tempat tidurku dan duduk di ujungnya. Memandangi aku yang masih dibalut seragam putih-biru dengan kaus kaki yang masih menempel. Ibu hanya diam di sana memandangiku tanpa bersuara sedikitpun.
 

Lama-kelamaan aku malu menangis di depan ibu. Tangisku mereda, kuhapus air mataku dan berkata pada ibu.
 

“Bu, aku boleh tidur di pangkuan ibu?” 
 

Ibu tersenyum dan mengangguk perlahan, lalu menggeser posisinya mendekati aku. Aku tak perduli aku sudah 
kelas dua SMP, aku hanya rindu bermanja-manja pada ibu. Dan lagi saat ini aku memang perlu dimanja. Pada siapa lagi aku bisa bermanja-manja jika bukan pada ibu. Maka kurebahkan kepalaku dipangkuan ibu. Ibu menyisiri rambutku dengan jari-jarinya penuh kasih sayang. Dan akhirnya ibu bertanya :

“Kamu kenapa nak? Nggak biasa-biasanya kamu pulang sekolah kaya gini, ada masalah di sekolah?”
 

Aku menggeleng
 

“Terus kenapa dong?”
 

Aku menyembunyikan wajahku, ragu. haruskah kuceritakan penyebab tangisku pada ibu. Tapi jika tak kuceritakan dan kusimpan ini sendirian, aku tak akan merasa lega, lagipula ini ibuku sendiri. Maka aku merubah posisiku dan duduk menghadap ibu, lalu bercerita :
 

“Ibu,ibu ingat kan waktu aku SD nangis-nangis pulang sekolah karena tempat pensilku hilang?” 
 

Ibu mengangguk sambil tersenyum.
 

“Sejak saat itu aku mengalami banyak kehilangan lainnya kan bu. Pensil, penggaris, buku, mainan-mainanku, dan barang lainnya yang entah kemana karena keteledoranku. Lama-kelamaan barang-barang itu menjadi hal kecil, yang membuat aku merasa biasa saja jika hal kecil itu tiba-tiba tak ada. Nah sekarang ini aku kehilangan lagi bu, tapi bukan sekedar kehilangan alat tulis yang terselip entah kemana. Aku kehilangan bu.”
 

Aku menangis lagi, ibu mengusap kepalaku lembut. Kutarik nafas panjang sebelum kemudian melanjutkan bercerita.
 

“Beberapa mingu yang lalu Dio, kakak kelasku, minta aku jadi pacarnya. Dan waktu itu aku bilang mau bu.”
 

Ibu tersenyum meledek
 

“Ahh, ibu jangan gitu dooong, nanti nggak aku lanjutin niih”
 

Ibu tertawa kecil lalu berkata “Iya iya ibu gak ngeledek, ayo lanjutin ceritanya. Emang kamu pacaran gimana sama dia?”
 

“Ya gitu bu, dia sering main ke kelasku kalau jam istirahat, terus kita ke kantin bareng. Dia suka nyolong-nyolong izin pura-pura mau ke toilet kalau aku lagi jam pelajaran olahraga. Kalau pulang sekolah kita juga suka pulang bareng”
 

“Terus, kenapa kamu punya pacar tapi malah nangis-nangis gini? Dia nggak ngapa-ngapain kamu kan?” 
 

Suara ibu berusaha dibuat tenang, walaupun bisa kutangkap nada khawatir dalam pertanyaannya.
 

“Aku nggak diapa-apain sih bu, nyolek aku aja dia nggak aku izinin”
 

Aku menangkap senyum lega di wajah ibu
 

“Tapi tadi waktu jam pulang sekolah aku lihat dia gandengan tangan sama kakak kelas aku yang lain. Waktu aku datengin dia malah bilang ke temen-temennya kalau aku ini anak kelas dua yang ngejar-ngejar dia. Aku kesel banget, dadaku langsung sakit waktu itu. Tapi aku nggak mau nangis di depan dia, aku tahan. Sampai waktu masuk rumah tadi, aku akhirnya udah nggak tahan lagi.”
 

Ibu tidak tertawa kali ini, dia tersenyum, dan bukan juga senyum meledek seperti sebelumnya. Ibu kembali mengusap lembut kepalaku dan kemudian berkata :
 

“Dadamu terasa sakit itu karena sebenarnya hatimu sakit. Hati itu rapuh sayang. Sedikit saja ia tersakiti, lukanya akan membekas dalam. Tapi yang sudah terjadi nggak perlu kamu sesali kan? Kalau kamu sekarang ngerasain sakit itu, paling tidak kamu jadi sadar kamu masih punya hati yang masih bisa merasa dengan baik, biarpun sekarang yang kamu rasakan itu perih.”
 

Aku berkaca-kaca
 

“Harusnya memang kamu nggak perlu membiarkan hatimu sakit dulu untuk meyakinkan kamu benar-benar punya hati. Tapi yang penting, mulai sekarang kamu harus ekstra hati-hati dalam membiarkan orang lain masuk ke dalam hatimu nak.”
 

Aku mengangguk lemah. Ibu lalu melanjutkan :
 

“Membiarkan orang memasuki hatimu itu ibarat membiarkan orang itu memiliki kuasa atas hatimu. Biarpun itu tidak boleh membuat kamu menjadikan mereka berhalamu, karena penguasa sesungguhnya dari hatimu adalah Tuhan.”
 

Aku tersenyum kali ini, ibu mengecup keningku
 

“Maka sekali lagi nak, sebelum membiarkan seseorang memasuki hatimu, pastikanlah dia pemimpin yang baik untuk hatimu. Hingga dia tidak akan membiarkan hati tempatnya bernaung itu terluka”
 

Aku mengangguk sambil menempelkan kepalaku di pundak ibu. 
 

“Tapi ingat nak, sebaik-baiknya kau menjaga hatimu, dan sebaik-baiknya penjaga hatimu, kamu tetap harus selalu siap akan kemungkinan kehilangan. Karena tak akan ada yang bisa kamu miliki untuk selamanya. Semua itu bahkan sesungguhnya hanya dititipkan Tuhan kepadamu. Dan apapun yang dipinjamkan, suatu saat akan diambil kembali. Bahkan ibu, atau kamu, kita suatu saat akan diambil kembali oleh Tuhan, jika masa meminjam kita telah habis. Kalau kamu mengerti itu, ibu yakin kamu nggak akan sedih lagi, iya kan”
 

Aku kembali mengangguk. Kupeluk ibu, lalu kukecup pelan pipinya.
 

“Makasih yah bu, ibu bikin aku lebih lega. Aku sayang ibu”
 

“Ibu juga sayang kamu nak” Balas ibu
 

Aku tersenyum lebar dipelukan ibu

Tapi kali ini aku tahu (dan lebih siap) akan lebih banyak kehilangan yang menungguku di depan sana...

Kehilangan 1






Aku menangis sendirian di teras rumahku. Sesekali ku basuh air mata yang tumpah dengan ujung seragam sekolahku. Wajahku kuyup oleh air mata yang tumpah sepanjang perjalanan pulang dari sekolah sampai ke rumah. Dan sesampainya di rumah, entah kenapa tak ada keinginan untuk mengetuk pintu rumah, aku justru langsung terduduk dan menangis sesenggukan di teras ini.

Tak lama pintu rumah terbuka, ibu. Wajahnya terkejut mendapati gadis kecil berseragam putih-merah menangis di teras rumahnya, gadis kecilnya. Tak banyak bicara ibu duduk di sampingku lalu memelukku sambil bertanya lembut.

“Ada apa sayang?” 

Aku tak menjawab, tapi justru menangis lebih keras dalam pelukan ibu. Ibu mempererat dekapannya, membiarkan dasternya basah oleh air mata. Dan ketika tangis gadis kecilnya mereda, ibu bertanya sekali lagi.

“Kamu nggak papa kan sayang? Ayo cerita sama ibu ada apa”

Aku kembali menghapus sisa air mata dengan ujung seragamku sebelum menjawab pertanyaan ibu. 

“Aku nangis karena kotak pensil kesayangan aku, yang hadiah naik kelas dari ibu hilang. Tadi waktu istirahat aku tinggal di meja, tapi waktu aku balik udah nggak ada. Aku udah bongkar tas aku, periksa laci meja, cari keliling kelas, tapi tetep nggak ada. Temen sekelas udah aku tanyain satu-satu tapi nggak ada yang lihat juga. Kata bu guru aku disuruh relain aja, nanti aku dapet yang baru, tapi itu kan kotak pensil kesayangan aku bu, buat dapetinnya aja pake syarat naik kelas dulu dari ibu. Aku nggak mau yang baru, aku cuma mau kotak pensilku.”

Ibu tersenyum mendengarkan penjelasanku, putri kecilnya. Dipeluknya aku sekali lagi, lalu sambil mengusap lembut rambutku ibu berkata:

“Kamu sayang banget sama kotak pensilmu itu?” 

Aku mengangguk

“Dan sekarang kotak pensil itu hilang?” 

Aku kembali mengangguk

“Kamu udah cari kemana-mana tapi nggak ketemu?” 

Aku mengangguk sekali lagi

“Sekarang ibu tanya deh, kalau kamu nangis-nangis gini, tempat pensil kamu balik nggak?” 

Aku menggeleng lemah 

“Nah, denger ibu yah sayang! Kamu sayang tempat pensil itu, kamu berusaha jaga baik-baik, tapi ketika hilang, dan kamu udah berusaha mencari kemana-mana dan kotak pensil itu terlanjur hilang, air matamu itu tetap nggak akan mengembalikan kotak pensil yang hilang itu. Air mata itu cuma ngotorin wajah kamu tanpa bisa membawa kembali kotak pensilmu yang udah terlanjur nggak ada. Jadi yang pertama kali harus kamu lakukan adalah membiarkan kotak pensil itu hilang.

“Tapi aku nggak punya tempat pensil lagi dong bu?”  Potongku

“Sekarang kamu emang nggak punya, tapi ibu janji ibu bakal beliin kamu kotak pensil baru, yang lebih bagus, dan gak perlu nunggu kamu naik kelas.” 

Aku tersenyum mendengar janji ibu

“Nah, gitu dong senyum. Mulai sekarang kalau kamu hampir atau sudah kehilangan sesuatu, terus kamu sudah berusaha mempertahankan dan mencari yang hilang, lalu nggak berhasil, kamu gak perlu nangis. Karena punya kamu itu sengaja dihilangkan Tuhan supaya kamu bisa lebih menghargai yang kamu punya dan kemudian diganti sama yang lebih baik. Kalau kamu sadar itu kamu pasti gak mungkin sedih kan? Jangan cuma kamu lihat hilangnya aja, tapi ambil hikmahnya, kamu dapat ganti yang lain yang lebih baik buat kamu, iya kan?” 

Aku mengangguk bersemangat, lega. Senyum lebar menghiasi wajahku

Tanpa aku tahu akan banyak kehilangan lain yang harus kuhadapi di depan sana, lebih dari sekedar kehilangan kotak pensil.


Minggu, 03 April 2011

Jika Belum Siap,,, Cintailah Ia Dalam Diam


Subhanallah… Tulisan ini udah banyak banget dicopas sana-sini, termasuk oleh saya sekarang ini. Entah siapa pengarang utamanya. Tapi saya sangat suka, setiap yang membaca pun pasti demikian.
Yah, menyadarkan lagi untuk senantiasa mengutamakan CINTA di atas CINTA…
Satu hal yang bisa menguatkan seseorang dengan kondisi sepertiku saat ini… ^^
Karena pada fitrahnya, manusia pasti akan jatuh cinta

***
Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang,cukup cintai ia dalam diam …

Karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya …
Kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya…

Karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu.. Menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu ..
Karena diammu bukti kesetiaanmu padanya ..
Karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah ALLAH swt. pilihkan untukmu …

Ingatkah kalian tentang kisah Fatimah dan ALi ?
yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan …
Tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah…

Karena dalam diammu tersimpan kekuatan …
Kekuatan harapan …
Hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cintamu yang diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata …
Bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap padanya ?

Dan jika memang ‘cinta dalam diammu’ itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata,
biarkan ia tetap diam …

Jika dia memang bukan milikmu, toh Allah, melalui waktu akan menghapus ‘cinta dalam diammu’ itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat …
Biarkan ‘cinta dalam diammu’ itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu menjadi rahasia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu …






Dalam Diam..


aku hanya diam..
ketika mata ini mulai terasa berat untuk dipejamkan..
ketika air mata rasanya tak sabar lagi untuk menampakkan kesedihanku..

aku hanya diam..
ketika aku berpikir keras dan bingung akan apa yang kau rasakan..
ketika kau hanya diam ketika bersamaku disini..

aku hanya diam..
ketika tak sadar tanganku mulai makin bergetar hebat..
ketika tubuhku mulai terasa tak berbeban lagi..

aku hanya diam..
ketika kau mendiamkan aku..
ketika aku tak tahu harus berbuat apa lagi sewaktu menghadapimu..

jangan hanya diam..
jangan hanya memperlihatkan wajahmu yang tanpa senyuman..
jangan hanya buat aku bingung dan bertanya dalam hati mengapa kau hanya diam..

aku ingin kau bicara..
tentang perasaanmu dan apa yang kau pikirkan..
tentang apa yang telah kuperbuat dan apakah itu menyakitimu..
buat aku merasa menjadi milikmu sepenuhnya..
buat aku merasa menjadi orang yang dapat mengerti dirimu..



^^ CINTA DAN KESETIAAN ^^


Seorang wanita bertanya pada seorang pria tentang cinta dan harapan

Wanita berkata ingin menjadi bunga terindah di dunia
Dan pria berkata ingin menjadi matahari.
Wanita tidak mengerti kenapa pria ingin jadi matahari,
bukan kupu kupu atau kumbang yang bisa terus menemani bunga…
Wanita berkata ingin menjadi rembulan
dan pria berkata ingin tetap menjadi matahari.
Wanita semakin bingung karena matahari dan bulan tidak bisa bertemu,
tetapi pria ingin tetap jadi matahari….
Wanita berkata ingin menjadi Phoenix…
yang bisa terbang ke langit jauh di atas matahari,
dan pria berkata ia akan selalu menjadi matahari….
Wanita tersenyum pahit dan kecewa.
Wanita sudah berubah tiga kali…
namun pria tetap keras kepala ingin jadi matahari,
tanpa mau ikut berubah bersama wanita.
Maka wanita pun pergi dan tak pernah lagi kembali
tanpa pernah tahu alasan kenapa pria tetap menjadi matahari….
Pria merenung sendiri dan menatap matahari
Saat wanita jadi bunga, pria ingin menjadi matahari
agar bunga dapat terus hidup
Matahari akan memberikan semua sinarnya untuk bunga
agar ia tumbuh, berkembang.. .
dan terus hidup sebagai bunga yang cantik.
Walau matahari tahu ia hanya dapat memandang dari jauh
dan pada akhirnya kupu kupu yang akan menari bersama bunga.

Ini disebut KASIH….. yaitu memberi tanpa pamrih
Saat wanita jadi bulan,
pria tetap menjadi matahari….
agar bulan dapat terus bersinar indah dan dikagumi.
Cahaya bulan yang indah hanyalah pantulan cahaya matahari,
tetapi saat semua makhluk mengagumi bulan,
siapakah yang ingat kepada matahari?
Matahari rela memberikan cahayanya untuk bulan
walaupun ia sendiri tidak bisa menikmati cahaya bulan…
dilupakan jasanya dan kehilangan kemuliaannya
sebagai pemberi cahaya
agar bulan mendapatkan kemuliaan tersebut….
Ini disebut dengan
PENGORBANAN
menyakitkan namun sangat layak untuk cinta.
Saat wanita jadi phoenix yang dapat terbang tinggi,
jauh ke langit bahkan di atas matahari…
Pria tetap selalu jadi matahari
agar phoenix bebas untuk pergi kapan pun ia mau
dan matahari tidak akan mencegahnya
Matahari rela melepaskan phoenix untuk pergi jauh,
namun matahari akan selalu menyimpan
cinta yang membara di dalam hatinya hanya untuk phoenix
Matahari selalu ada untuk phoenix kapan pun ia mau kembali
walau phoenix tidak selalu ada untuk matahari
Tidak akan ada makhluk lain selain phoenix
yang bisa masuk ke dalam matahari dan mendapatkan cintanya….
Ini disebut dengan
KESETIAAN
walaupun ditinggal pergi dan dikhianati,
namun tetap menanti dan mau memaafkan
Untuk para wanita…..
Siapakah Matahari yang ada di dalam kehidupanmu?
Bila engkau sudah menemukan dan melihat Matahari dalam kehidupanmu. ..
Pergi, lihat dan jangan pernah meninggalkannya.


* Di Saat Aku Mencintaimu *


Mengapa kau pergi
Mengapa kau pergi
Di saat aku mulai mencintaimu
Berharap engkau jadi kekasih hatiku
Malah kau pergi jauh dari hidupku

Menyendiri lagi
Menyendiri lagi
Di saat kau tinggalkan diriku pergi
Tak pernah ada yang menghiasi hariku
Di saat aku terbangun dari tidurku

Aku inginkan dirimu
Datang dan temui aku
Kan ku katakan padamu
Aku sangat mencintai dirimu
Aku inginkan dirimu
Datang dan temui aku
Kan ku katakan padamu
Aku sangat mencinta

Semoga engkau kan mengerti
Tentang perasaan ini
Maaf ku telah terbuai
Akan indahnya cinta
Maaf sungguh ku tak bisa
Untuk kembali padamu
Maaf ku telah terbuai
Akan indahnya cinta

By : Dadali Band