Seperti prosesi akad nikah lainnya, didaulat-lah seorang ustadz untuk menyampaikan khutbah nikah (yg pada waktu itu dlakukan sebelum akad), yaitu dosen mata kuliah agama kami: Bapak Asep Zainel Ausoph (klo tidak salah itu nama lengkap beliau. Kalau salah, mohon maap ya pak). Pak Asep dikenal mahasiswanya sebagai sosok yang ‘bodor pisan’ (sangat suka melucu) kalau mengajar. Bahkan hari itu pun, Pak Asep seringkali melemparkan guyonan terkait pernikahan. Padahal, bukannya khutbah nikah itu salah satu khutbah yg tidak boleh ada canda ya (harus serius)? selain khutbah jum’at.
Yang pasti, hari itu Pak Asep berhasil mengocok
perut kami dengan guyonan2-nya yang khas. Saking lamanya khutbah nikah beliau,
wajah penghulu nikah waktu itu menunjukkan ekspresi tak senang. Mungkin ada
pasangan lain yg menunggu dinikahkan di tempat lain sehabis itu. Haha, memang
khas Pak Asep berbicara panjang lebar, sampai tak ingat waktu. Tapi memang
sungguh berkesan, khutbah nikah beliau. Tak hanya pada kedua mempelai, apa yg
Pak Asep sampaikan sepertinya jg sangat berkesan bagi pasutri lain (yang sudah
bapak2 dan ibu2) bahkan bagi yg belum menikah.
Isi
khutbah nikah Pak Asep yang paling berbekas di ingatanku adalah kata-kata
beliau tentang Visi dan Misi
Pernikahan.
Visi pernikahan setiap pasutri seharusnya adalah Baiti Jannati (rumahku, surgaku). Artinya,
gambaran keluarga yg ingin diwujudkan oleh setiap pasutri adalah keluarga yg
menentramkan, menenangkan hati, penuh cinta, penuh perhatian. Sehingga rumah
menjadi tempat paling nyaman, bahkan terasa seperti surga dunia.
Kemungkinan besar, kata beliau, artis2 yg banyak
diberitakan kawin cerai sekarang ini tidak mengerti visi pernikahan yg sejati,
baiti jannati. meskipun sebenarnya, gak hanya artis yg banyak kawin cerai,
bahkan nikah sirri. yah, intinya mah, karena tak ada visi baiti jannati itulah,
rumah tangga mudah goyah dan akhirnya ambruk dihantam badai. makin banyaklah
janda-janda dan anak2 tak terurus di Indonesia.
Untuk
mencapai visi besar itulah ada 3
misi utama pernikahan setiap muslim, yaitu:
1. Misi Pelayanan
artinya setiap istri harus melayani suami, begitu juga sebaliknya setiap suami harus melayani istri. pelayanan yg diberikan adalah pelayanan yg terbaik yg bs diberikan. tak seharusnya ada rasa malas, bosan, atau kesal karena harus melayani, justru rasa senang bisa memberikan yg terbaik yg seharusnya dipupuk. dengan ini, setiap suami atau istri akan sangat berterimakasih atas pelayanan yg diberikan, dan tak akan perrnah melupakannya, apalagi sampai berpaling ke yg lain (PIL/WIL). Karena tanpa jasa/pelayanan suami/istri, tak akan ia jadi seperti sekarang. Semua karena jasa suami/istri yg setia melayani. Sementara yg lain, meski lebih cantik-lebih muda-lebih kaya-lebih lebih yg lain, belum teruji kualitasnya. Tak ada yg bisa menggantikan istri/suami kita yg telah setia melayani.
artinya setiap istri harus melayani suami, begitu juga sebaliknya setiap suami harus melayani istri. pelayanan yg diberikan adalah pelayanan yg terbaik yg bs diberikan. tak seharusnya ada rasa malas, bosan, atau kesal karena harus melayani, justru rasa senang bisa memberikan yg terbaik yg seharusnya dipupuk. dengan ini, setiap suami atau istri akan sangat berterimakasih atas pelayanan yg diberikan, dan tak akan perrnah melupakannya, apalagi sampai berpaling ke yg lain (PIL/WIL). Karena tanpa jasa/pelayanan suami/istri, tak akan ia jadi seperti sekarang. Semua karena jasa suami/istri yg setia melayani. Sementara yg lain, meski lebih cantik-lebih muda-lebih kaya-lebih lebih yg lain, belum teruji kualitasnya. Tak ada yg bisa menggantikan istri/suami kita yg telah setia melayani.
2. Misi Pengayoman
artinya pernikahan adalah sebuah sarana mengupgrade kualitas diri di hadapan Allah. kalau setelah menikah justru jadi futur, malas ibadah, malas berdakwah, dll maka itu berarti ada yang salah dalam keluarga itu. Pernikahan seharusnya menjadikan setiap pasutri saling tolong menolong dan nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, saling melengkapi kekurangan, mengupgrade kualitas masing-masing, bahkan saling berlomba-lomba.
3. Misi Dakwahartinya pernikahan adalah sebuah sarana mengupgrade kualitas diri di hadapan Allah. kalau setelah menikah justru jadi futur, malas ibadah, malas berdakwah, dll maka itu berarti ada yang salah dalam keluarga itu. Pernikahan seharusnya menjadikan setiap pasutri saling tolong menolong dan nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, saling melengkapi kekurangan, mengupgrade kualitas masing-masing, bahkan saling berlomba-lomba.
artinya setiap pasutri punya niat-tekad-upaya yang kuat utk menjadikan anak-anaknya sebagai anak yg sholeh, kuat, dan bermanfaat bagi umat dan semesta alam. keluarga dgn misi dakwah tidak akan meninggalkan di belakangnya generasi yg lemah,
baik dari segi jasmani-rohani-akal. karena dari
keluarga yg baik, akan terbentuk masyarakat yg baik, negara yg baik, bahkan
dunia yg lebih baik dari sekarang. dan yang pasti diridhoi Allah.
Merinding mendengar penjelasan Pak Asep, bahwa
ternyata menikah tidak semudah mengucapkan ijab qobul seperti selayaknya jual
beli.
Menikah adalah sebuah perjanjian besar,
perjanjian yang sangat agung, bahkan sampai disetarakan dgn amanah khilafah yg
gunung saja tak sanggup memikulnya. Pernikahan adalah sebuah ‘mitsaqon gholizon’. Aku
bahkan serasa melihat Fanani gemetar dan meneteskan air mata (entah ketika
pembacaan ayat suci Al Quran atau saat khutbah Pak Asep, atau keduanya :p).
Ya
Allah, betapa hanya dengan ucapan ijab dan qobul itu telah berubahlah status
seorang hamba-Mu dari ‘sendirian’ menjadi ‘berpasang-pasangan’, menjadi suami
istri yg artinya sama dengan menggenapkan setengah dien-Mu. Dan setengahnya
lagi dipenuhi dgn mengarungi hidup bersama dalam keluarga itu.Betapa hanya dgn ucapan itu,,, bahkan dapat mengubah dua keluarga yg tak pernah bertemu, tak pernah mengenal, menjadi bersatu karena-Mu.
Betapa berat,,, pernikahan itu,,, Ya Rabb.
Mengubah yg dulunya haram menjadi halal, tapi
juga berarti memberi konsekuensi di balik perubahan itu. Konsekuensi yg kelak
akan dipertanggungjawabkan di hadapan Mu, Sang Pemilik Jiwa. Pencipta alam
semesta dan segala isinya, termasuk manusia. Pertanggungjawaban yg akan dibayar
dgn surga atau neraka.
Ya
Rabb, sungguh berat pernikahan itu. Tentu gemetar hati mereka yg akan
mengucapkan, yg akan mendengar, yg akan terikat. Hanya karena-Mu lah janji itu
terucap sudah. Dengan ketenangan yg Kau berikan. Mitsaqon gholizon itu kini
telah mengikat lagi dua insan yg telah Kau tetapkan di Lauhul Mahfuz, Syifa
Latifah Zahra dan Fanani Hendy Khusuma.
Berkahilah keduanya, ya Rabb, menjadi keluarga
yg sakinah, mawadah, dan rahmah. Dan ingatkan selalu mereka berdua, juga semua
yg mendengar-menjadi saksi saat itu (dan juga yang membaca tulisan ini
^_____^), pada isi khutbah nikah pada hari yg Kau berkahi itu, 6 Juni 2009.
Aaamiiin.
*sebuah catatan utk diri sendiri*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar