Senin, 21 Maret 2011

Catatan Pernikahan

Alhamdulillah hari itu aku bisa menghadiri pernikahan sepasang saudaraku, Syifa Latifah Zahra dan Fanani Hendy Khusuma. Tidak hanya menghadiri, hari itu aku jadi panitia, lebih tepatnya jadi salah satu pagar ayu. Sebuah permintaan yang tak disangka dari mempelai perempuan, Syifa, sehari setelah kedatanganku ke Bandung (lagi). Karena permintaan itulah, hari itu aku bisa datang sejak sebelum akad nikah dan mengikuti full-day acara akad dan walimahnya.
Seperti prosesi akad nikah lainnya, didaulat-lah seorang ustadz untuk menyampaikan khutbah nikah (yg pada waktu itu dlakukan sebelum akad), yaitu dosen mata kuliah agama kami: Bapak Asep Zainel Ausoph (klo tidak salah itu nama lengkap beliau. Kalau salah, mohon maap ya pak). Pak Asep dikenal mahasiswanya sebagai sosok yang ‘bodor pisan’ (sangat suka melucu) kalau mengajar. Bahkan hari itu pun, Pak Asep seringkali melemparkan guyonan terkait pernikahan. Padahal, bukannya khutbah nikah itu salah satu khutbah yg tidak boleh ada canda ya (harus serius)? selain khutbah jum’at.

Yang pasti, hari itu Pak Asep berhasil mengocok perut kami dengan guyonan2-nya yang khas. Saking lamanya khutbah nikah beliau, wajah penghulu nikah waktu itu menunjukkan ekspresi tak senang. Mungkin ada pasangan lain yg menunggu dinikahkan di tempat lain sehabis itu. Haha, memang khas Pak Asep berbicara panjang lebar, sampai tak ingat waktu. Tapi memang sungguh berkesan, khutbah nikah beliau. Tak hanya pada kedua mempelai, apa yg Pak Asep sampaikan sepertinya jg sangat berkesan bagi pasutri lain (yang sudah bapak2 dan ibu2) bahkan bagi yg belum menikah.
Isi khutbah nikah Pak Asep yang paling berbekas di ingatanku adalah kata-kata beliau tentang Visi dan Misi Pernikahan.
Visi pernikahan setiap pasutri seharusnya adalah Baiti Jannati (rumahku, surgaku). Artinya, gambaran keluarga yg ingin diwujudkan oleh setiap pasutri adalah keluarga yg menentramkan, menenangkan hati, penuh cinta, penuh perhatian. Sehingga rumah menjadi tempat paling nyaman, bahkan terasa seperti surga dunia.
Kemungkinan besar, kata beliau, artis2 yg banyak diberitakan kawin cerai sekarang ini tidak mengerti visi pernikahan yg sejati, baiti jannati. meskipun sebenarnya, gak hanya artis yg banyak kawin cerai, bahkan nikah sirri. yah, intinya mah, karena tak ada visi baiti jannati itulah, rumah tangga mudah goyah dan akhirnya ambruk dihantam badai. makin banyaklah janda-janda dan anak2 tak terurus di Indonesia.
Untuk mencapai visi besar itulah ada 3 misi utama pernikahan setiap muslim, yaitu:
1. Misi Pelayanan
artinya setiap istri harus melayani suami, begitu juga sebaliknya setiap suami harus melayani istri. pelayanan yg diberikan adalah pelayanan yg terbaik yg bs diberikan. tak seharusnya ada rasa malas, bosan, atau kesal karena harus melayani, justru rasa senang bisa memberikan yg terbaik yg seharusnya dipupuk. dengan ini, setiap suami atau istri akan sangat berterimakasih atas pelayanan yg diberikan, dan tak akan perrnah melupakannya, apalagi sampai berpaling ke yg lain (PIL/WIL). Karena tanpa jasa/pelayanan suami/istri, tak akan ia jadi seperti sekarang. Semua karena jasa suami/istri yg setia melayani. Sementara yg lain, meski lebih cantik-lebih muda-lebih kaya-lebih lebih yg lain, belum teruji kualitasnya. Tak ada yg bisa menggantikan istri/suami kita yg telah setia melayani.
2. Misi Pengayoman
artinya pernikahan adalah sebuah sarana mengupgrade kualitas diri di hadapan Allah. kalau setelah menikah justru jadi futur, malas ibadah, malas berdakwah, dll maka itu berarti ada yang salah dalam keluarga itu. Pernikahan seharusnya menjadikan setiap pasutri saling tolong menolong dan nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, saling melengkapi kekurangan, mengupgrade kualitas masing-masing, bahkan saling berlomba-lomba.
3. Misi Dakwah
artinya setiap pasutri punya niat-tekad-upaya yang kuat utk menjadikan anak-anaknya sebagai anak yg sholeh, kuat, dan bermanfaat bagi umat dan semesta alam. keluarga dgn misi dakwah tidak akan meninggalkan di belakangnya generasi yg lemah, 

baik dari segi jasmani-rohani-akal. karena dari keluarga yg baik, akan terbentuk masyarakat yg baik, negara yg baik, bahkan dunia yg lebih baik dari sekarang. dan yang pasti diridhoi Allah.

Merinding mendengar penjelasan Pak Asep, bahwa ternyata menikah tidak semudah mengucapkan ijab qobul seperti selayaknya jual beli.
Menikah adalah sebuah perjanjian besar, perjanjian yang sangat agung, bahkan sampai disetarakan dgn amanah khilafah yg gunung saja tak sanggup memikulnya. Pernikahan adalah sebuah ‘mitsaqon gholizon’. Aku bahkan serasa melihat Fanani gemetar dan meneteskan air mata (entah ketika pembacaan ayat suci Al Quran atau saat khutbah Pak Asep, atau keduanya :p).
Ya Allah, betapa hanya dengan ucapan ijab dan qobul itu telah berubahlah status seorang hamba-Mu dari ‘sendirian’ menjadi ‘berpasang-pasangan’, menjadi suami istri yg artinya sama dengan menggenapkan setengah dien-Mu. Dan setengahnya lagi dipenuhi dgn mengarungi hidup bersama dalam keluarga itu.
Betapa hanya dgn ucapan itu,,, bahkan dapat mengubah dua keluarga yg tak pernah bertemu, tak pernah mengenal, menjadi bersatu karena-Mu.
Betapa berat,,, pernikahan itu,,, Ya Rabb.
Mengubah yg dulunya haram menjadi halal, tapi juga berarti memberi konsekuensi di balik perubahan itu. Konsekuensi yg kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Mu, Sang Pemilik Jiwa. Pencipta alam semesta dan segala isinya, termasuk manusia. Pertanggungjawaban yg akan dibayar dgn surga atau neraka.
Ya Rabb, sungguh berat pernikahan itu. Tentu gemetar hati mereka yg akan mengucapkan, yg akan mendengar, yg akan terikat. Hanya karena-Mu lah janji itu terucap sudah. Dengan ketenangan yg Kau berikan. Mitsaqon gholizon itu kini telah mengikat lagi dua insan yg telah Kau tetapkan di Lauhul Mahfuz, Syifa Latifah Zahra dan Fanani Hendy Khusuma.
Berkahilah keduanya, ya Rabb, menjadi keluarga yg sakinah, mawadah, dan rahmah. Dan ingatkan selalu mereka berdua, juga semua yg mendengar-menjadi saksi saat itu (dan juga yang membaca tulisan ini ^_____^), pada isi khutbah nikah pada hari yg Kau berkahi itu, 6 Juni 2009. Aaamiiin.

*sebuah catatan utk diri sendiri*

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar