Senin, 21 Maret 2011

… Jodoh Cinta (satu kisah) …

 












Kisah pertama di buku ini tentang seorang gadis bernama Ambar. Ia seorang gadis yang supel, pekerja keras, dan sangat percaya diri. Begitu lulus kuliah, ia mendapat kesempatan bekerja di luar Jawa, jauh dari keluarganya. Saat itu, umurnya masih 23 tahun tapi sang ibu selalu menasehatinya untuk tak lupa mencari jodoh. Dalam hatinya, Ambar tak ingin buru-buru menikah. Karir dan masa depan adalah tujuan dan prioritasnya.
Suatu hari, seorang karyawan baru ditempatkan di divisi dimana Ambar bekerja. Seorang laki-laki lajang, sebut saja Hamdan. Sejak saat itu, Ambar sering berinteraksi dan bekerjasama dengan Hamdan. Hamdan sangat baik, terlihat begitu ingin menjaga dan melindungi Ambar. Ambar yang sepanjang hidupnya tidak pernah dekat dengan lelaki, merasa yakin sekali kalau Hamdan adalah jodohnya. Bahkan semua karyawan di perusahaan seperti sepakat menjodohkan Ambar dengan Hamdan. Pasangan yang serasi, kata semua orang. Ambar memang tak pernah mempertegas hubungan mereka seperti apa, tapi ia sudah sangat yakin bahwa Hamdan adalah lelaki yang dikirim Tuhan untuknya.
Empat tahun berlalu. Ambar tak terlalu memikirkan pekerjaannya lagi. Baginya kini, membantu meningkatkan karir Hamdan lebih penting. Bahkan obsesinya mencari kerja di Jawa dan meneruskan kuliahnya seperti menguap karena terlena oleh cinta. Sampai suatu ketika, Hamdan datang ke rumahnya, malam minggu seperti biasa. Yang tak biasa adalah Hamdan datang bersama seorang gadis cantik yang tak dikenalnya. Titi namanya. Tanpa prasangka apa-apa, Ambar mempersilahkan mereka berdua masuk. Dalam hatinya, Ambar menduga-duga bahwa Titi adalah kerabat atau adik Hamdan. Tiba-tiba Hamdan menyerahkan undangan pernikahannya yang berinisial H & T (Hamdan & Titi), membuat langit serasa runtuh di kepalanya.
Esok harinya, Ambar meminta penjelasan. Ia bertanya, kenapa Hamdan begitu tega padanya yang selama ini sudah begitu banyak membantu; menyokongnya dalam karir; orang-orang juga sudah tahu kalau selama empat tahun mereka dianggap sebagai jodoh yang akan menikah. Tahukah apa yang dikatakan Hamdan?
“Oh, itu. Tapi aku tak pernah meminta bantuan.Kupikir kamu suka rela membantu. Aku juga tak pernah membicarakan soal hubungan kita. Orang ngomong, ya biar saja. Aku diam karena merasa tak perlu menanggapi gosip murahan itu. Kupikir kamu beranggapan sama!”
Saat itu, Ambar menyadari satu kesalahannya. Dia sudah berharap terlalu banyak pada mimpi kosong. Dengan luka yang ditahan, ia akhirnya hanya bisa meminta maaf dan mengucapkan selamat atas pernikahan Hamdan dengan Titi.
Dengan sisa-sisa ketegarannya, Ambar berusaha menghadapi semua itu. Dalam hatinya terbersit kembali keinginan untuk mencari pekerjaan di Jawa dan meneruskan kuliahnya, mengejar mimpinya sebagai wanita karir yang sukses. Suatu hari teleponnya berdering. Kode daerah Jakarta.
“Halo…” Dengan ragu diangkatnya.
“Ambar?! Ini Linda. Kamu apa kabar?”
“Ooh Linda. Hai, aku baik. Kamu gimana? Kaget aku, kirain siapa!”
“Iya nih. Di tempat aku, asisten marketingnya keluar minggu depan ikut suaminya dinas ke Kalimantan. Manajernya temen baik aku. Gimana, kamu masih mau kerja di Jakarta nggak? Ini ditawarin ke aku, tapi aku kan nggak sanggup marketing. Aku inget kamu. Kalau mau, kamu bisa kerja mulai bulan depan. Biar aku kasitahu posisinya untuk di-lock, jadi dia nggak cari orang lain.” Jelas Linda panjang lebar.
“Ya, aku mau. Lock aja. Biar aku beresin semua urusan di sini sebulan ya!” Spontan Ambar menjawab.

Hubungan telepon sudah terputus. Namun, Ambar masih menatap HP-nya, seperti tidak percaya. Air matanya menitik. Allah telah mengabulkan doanya untuk membawanya jauh dari tempat yang selama ini telah membuatnya bodoh.
Singkat kata, Ambar akhirnya bekerja sebagai marketing di perusahaan itu. Ia segera beradaptasi dengan baik. Lingkungan baru memberikan semangat baru pada Ambar. Ia kembali menemukan jati dirinya sebagai pekerja keras dan ambisius, hingga karirnya di tempat baru kembali meroket. Selain itu, ia juga mengambil kuliah malam untuk mewujudkan cita-citanya meraih gelar sarjana. Dia tidak terlalu peduli lagi dengan laki-laki, meski tidak juga menutup diri dari pergaulan.
Peringatan keras dari orang tua dan kerabatnya untuk segera menikah, mengingat usia sudah hampir menginjak kepala tiga, membuat Ambar ‘berburu’ mencari belahan jiwanya. Saat itu, ada dua orang yang sudah sempat mau melamarnya, tapi tidak jadi 
semua. Yang pertama membatalkan, karena orang tuanya ternyata telah menjodohkannya dengan gadis lain. Yang kedua ditolak orang tua Ambar, hanya karena alasan ‘feeling’. Semula Ambar berontak, tapi ia berusaha menerima nasehat orang tuanya. Ternyata firasat orang tuanya terbukti. Sebulan kemudian, lelaki itu menjadi buronan polisi karena menggelapkan uang perusahaan!
Sejak peristiwa itu, Ambar semakin menenggelamkan diri dalam karir dan studinya. Namun Ambar tetaplah seorang perempuan. Di malam-malam di tengah sujud-sujud panjangnya, tangisnya tetap saja tumpah. Doa…doa…doa. Selalu itu yang ia lakukan setelah sholat malam. Sabar…sabar…sabar. Selalu itu yang menjadi kekuatannya. Meski kadang ia putus asa, kenapa jodohnya tak kunjung datang juga.
Ketika itu libur panjang, seperti biasa ada acara reuni SMA. Sebenarnya ia malas. Hanya karena dijemput oleh Yanti, temannya, ia terpaksa datang. Dalam perjalanan, Yanti berhenti dan menyapa seorang laki-laki yang berjalan kaki. Ambar merasa tak mengenalnya. Lelaki itu memperhatikan Ambar.
“Bimo, ini Ambar. Kita juga mau ke reunion. Nanti kita ngobrol ya!”
“Iya.”
Kata Bimo. Yanti segera menjalankan motornya lagi.

Reuni sudah lewat. Ambar kembali ke Jakarta dan bekerja. Ia sudah lupa sama sekali dengan Bimo. Suatu malam, pembantu kosnya mengatakan ada lelaki yang mencarinya. Dengan heran ia menuju ke depan. Ada Bimo di sana.
“Ini oleh-oleh dari Yanti. Dia titip ke aku minta dianterin ke kamu karena tempatmu dekat sama aku.”
“Makasih, ya.”
kata Ambar.

Mereka kemudian berbincang singkat. Tiba-tiba Bimo menanyakan apakah Ambar sudah punya calon suami. Tentu saja Ambar menjawab tidak. Tanpa bertele-tele, Bimo mengajak Ambar menikah! Ambar kaget, tapi mengatakan akan memberikan jawaban beberapa hari lagi. Berhari-hari ia menegakkan sholat istikharah, meminta petunjuk dari Allah. Ia juga berencana untuk menelepon orang tuanya dan berdiskusi.
Sebelum rencana itu terwujud, orang tuanya sudah meneleponnya, mengabarkan tentang Bimo yang datang ke rumah untuk bersilaturahmi dan menyatakan niatnya memperistri Ambar. Orang tua Ambar mengatakan, feeling mereka, dialah jodoh Ambar. Sebaiknya Ambar menerimanya. Ambar hanya bisa bengong dan meng-iya-kan pendapat orang tuanya.
Prosesi dari lamaran sampai pernikahan pun berjalan lancar. Tidak mengganggu kesibukannya bekerja dan kuliah. Bahkan sebelum akad nikah dia bisa ikut wisuda. Ya, jodoh memang rahasia. Tidak bisa ditebak, tapi harus dipercaya: bila sudah jodoh dan tiba waktunya, tak perlu khawatir dia akan datang mendekat dan mudah semua urusannya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar